Materi Bahasa: Homonim, Homograf, Homofon, dan Polisemi
2.1 Homonim
Homonim berasal dari bahasa Yunani, homos dan onuma. kata tersebut masing-masing berarti ’sejenis’ atau ’sama’ dan ’nama’. Dalam imu bahasa, dalam ilmu bahasa indonesia, homonim juga memiliki dua turunan lagi, yakni; homograf dan homofon.
A. perbedaan homonim, homograf, dan homofon
1. homonim,
merupakan subuah kata dimana bentuk dan pelafalannya sama sekalipun berbeda dalam menginterpretasi.
contohnya:
bisa , masa, dst.
2. homograf,
merupakan sebuah kata yang memiliki bentuk yang sama namun pelafalannya berbeda.
contohnya;
teras (bagian depan rumah) dengan teras ( cabang)
3. homofon,
merupakan sebuah kata yang berbeda bentuknya namun sama dalam pelafalan.
contohnya:
bank ( perusahaan) dengan bang ( saudara laki-laki yang lebih tua)
Polisemi berasal dari kata poly dan sema, yang masing-masing berarti ’banyak’ dan ’tanda’.Jadi, polisemi berarti suatu kata yang memiliki banyak makna. Dalam bahasa indonesia, dijumpai kata-kata yang menanggung beban makna yang begitu banyak. Contohnya adalah kata kepala.Makna dasar kepala adalah bagian tubuh di atas leher, tempat otak dan pusat jarngan saraf.Kepala merupakan bagian badan yang sangat penting dibandingkan dengan beberapa bagian anggota badan manusia lainnya.Selain berarti bagian tubuh yang penting itu, Kepala digunakan dalam konteks pemakaian lainnya.inilah beberapa di antaranya.
a. Bagian benda setelah atas atau bagian depan, contoh: kepala tongkat dan kepala surat.
b. Pemimpin atau ketua, contoh: kepala kantor, kepala pasukan, dan kepala daerah.
c. Sebagai kiasan atau ungkapan, contoh: kepala udang, kepala dua, dan besar kepala.
Pemakaian kata kepala pada ketiga konteks pemakaian tersebut tidaklah menimbulkan makna yang sama sekali baru. Makna-makna tersebut masih memiliki satu kesamaan.Makna kepala dalam hal ini merupakan ’bagian yang memiliki kedudukan yang sangat penting’.
Perhatikan contoh-contoh kata berpolisemi lainnya dalam kalimat-kalimat berikut!
1. satu,(a) Nenek dibawa ke dokter karena sakit.
(b) Bangsa ini sedang sakit.
(c) Dedi sakit hati karena dihianati teman dekatnya.
2.dua,
(a) Direncanakannya ayah akan naik pesawat malam ini.
(b) Diharapkan kakak tidak lama lagi dapat naik pangkat.
(c) Sherina adalah artis cilik yang sedang naik daun.
3. tiga,
(a) Didik jatuh dari sepeda.
(b) Harga gabah jatuh. ‘merosot’
(c) Setiba di rumah dia jatuh sakit. ‘menjadi’
(d) Dia jatuh dalam ujian. ‘gagal’
Polisemi adalah menyangkut masalah kegandaan makna yang kadangkala bisa membingungkan pemakai bahas, tetapi justru tidak memperoleh tempat yang wajar dalam pengajaran.kegandaan makna itu bisa muncul dengan berbagai cara.Kegandaan makna dalam bahasa lisan dapat diakibatkan oleh struktur fonetik kalimat karena satuan akustik struktur yang bertali temali adalah satuan helaan nafas. Contohnya ban tuan dalam ucapan bisa menyatu dalam helaan nafas menjadi dan karena berhomonim dengan bantuan jika tidak demikian, maka kemungkinan lain terjadi: dua buah kata yang terus menerus diucapkan dalam satuan helaan nafas akan menjadi sebuah kata misalnya asbak artinya secara lisan akan terjadi kegandaan makna atau polisemi karena variasi intonasi yang dilakukan pembicara.
Faktor gramatikal, bentuk gramatikal pemukul bisa berarti alat untuk mengukur atau orang yang memukul.Sebuah frase juga bisa menyebabkan kegandaan makna meskipun kata-kata pendukung frase itu secara individual tidak menimbulkan kegandaan misalnya orang tua bisa berarti orang yang tua atau bapak dan ibu.Demikian juga pada kalimat siswa sedang membaca buku sejarah baru.Kalimat ini mengandung ketaksaan makna, disatu sisi dapat dipahami bahwa yang dibaca siswa tersebut buku sejarah yang baru dibelinya, artinya yang baru pada kalimat tersebut adalah bukunya. Disisi lain arti yang baru disini adalah sejarahnya bukan bukunya.
Faktor leksikal, bentuknya bisa polisemi atau homonim. Sumbernya bisa bermacam-macam, yaitu
1. Sebuah kata yang mengalami perubahan akan memperoleh makna baru contohnya kata makan yang semula hanya untuk manusia dan binatang. Namun sekarang kata tersebut bisa dipakai pada benda yang tak bernyawa bahkan yang tidak mempunyai mulut. Contohnya jarinya termakan mesin.
2. Sebuah kata akan mempunyai makna ganda jika dipakai dalam lingkungan sosial yang berbeda. Bagi seorang dokter kata operasi menghadirkan dalam benaknya hal-hal seperti penyakit, pisau, ruang bedah, menjahit kulit atau daging, tetapi bagi lingkungan militer kata tersebut selalu disangkutkan dengan hal-hal seperti musuh, serangan, tembak menembak.
3. Bahasa figuratif, terutama yang menyangkut metafora juga besar peranannya dalam polisemi misalnya kata mata, makna sentralnya sebagai makna penglihat, namun pada kata mata pisau, orang indonesia mengartikannya sebagai ketajaman alat itu.
4. Pengaruh asing juga bisa menumbuhkan polisemi. Apa yang disebut peminjaman makna (semantik borrowing) memang sudah lama kita kenal dalam bahasa kita.Contohnya kata butir yang biasa dipakai sebagai penolong bilangan untuk barang yang bulat atau kecil, sekarang dipakai untuk mengganti kata item yang jelas tidak ada kaitannya dengan unsur bulat atau kecil.
Menurut Keraf (2006:37) untuk menetapkan apakah suatu bentuk itu merupakan polisemi atau homonim tidak selalu mudah.caranya, yaitu
1. Menetapkan kata itu berdasarkan etimologi atau pertalian historisnya. Contohnya kata kopi juga adalah homonim walaupun kata kopi I berasal dari bahasa belanda koffie yang berarti nama pohon dan biji yang digoreng untuk minuman sedangkan kata kopi II berasal dari bahasa Copy yang berarti salinan (surat dan sebagainya).
2. Dengan mengetahui prinsip perluasan makna dari suatu makna dasar, salah satunya adalah metafora. misalnya referen primer bagi kata-kata : mulut, mata, kepala, kaki. tangan, dan sebagainya adalah bagian-bagian dari tubuh manusia. Namun dalam perluasannya berdasarkan dalam prinsip metaforis bagian bagian tubuh tersebut dapat digunakan juga untuk menyebut bagian dari: sungai, jarum, pasukan, gunung, kursi dan sebagainya. hubungan itu lahir dari kesamaan fungsi atau bentuk antara referen-referennya.
Chaer (2003:304) mengatakan bahwa makna-makna yang ada dalam polisemi meskipun berbeda tetapi dapat dilacak secara etimologi dan semantik, makna-makna itu masih mempunyai hubungan. Contohnya: kata pacar ”inai” dan kata pacar ”kekasih”.
Makna-makna dalam dua bentuk homonim tidak mempunyai hubungan sama sekali. Contohnya: ”kepala” pada bentuk kepala surat dan makna ”kepala” pada kepala jarum bisa di telusuri berasal dari makna leksikal kata kepala itu.