Morfologi: pengertian, proses, dan kajian dalam morfologi
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa hadir dimana-mana, tembus sampai ke pikiran, mengantarai hubungan kita dengan orang lain dan bahkan meresap ke dalam impian. Jelaslah bahwa masyarakat tidaklah mungkin ada tanpa bahasa. Demikian terbiasanya dengan bahasa hingga manusia cenderung menganggapnya biasa-biasa saja. Banyak orang, bahkan yang berpendidikan sekalipun, kurang memahami hakikat yang sebenarnya. Secara berangsur-angsur, para ilmuwan bahasa semakin menghayati alat komunikasi yang ampuh ini. Penting penghayatan akan bahasa ini banyak alasannya, diantaranya banyak persoalan tentang bahasa, ada masalah yang berkaitan dengan disiplin ilmu, dan pengertian akan hakikat kodrat bahasa penting bagi siapa saja.
Bahasa sangat penting dalam komunikasi baik tertulis maupun tak tertulis. Sehingga penggunaannya harus berdasar pada kebahasaan dan perbendaharaan kata yang kaya dan lengkap. Begitu juga dengan bahasa Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia merupakan alat komunikasi yang efektif dan efisien dalam pemersatu bangsa ini.
Keanekaragaman struktur bahasa dan unsur-unsur kebahasaan merupakan sesuatu yang sangat komplek dan sulit dipahami. Namun, hal itu merupakan kebutuhan ilmiah dibidang lunguistik. Hasil yang dicapai sangat bermanfaat terutama dalam menyusun kamus bahasa. Secara umum, ruang lingkup sistem kebahasaan yang mengikat setiap bahasa relatif sama yaitu meliputi sistem fonologi (tata bunyi), sistem morfologi (pembentukan kata), sintaksis (pembentukan kalmat), dan semantik (masalah makna).
Tata bahasa harus berlangsung sesuai dengan kelaziman penggunaannya sehingga dapat diterima oleh semua penggunanya yaitu tata bahasa yang baku. Tata bahasa baku merupakan bahasa yang menjadi kelancaran dalam penggunaannya dan tidak bersifat mengekang bagi bahasa yang bersangkutan. Bahasa mempunyai struktur dan bentuk yang menyusun sebuah kata. Oleh karena itu ilmu morfologi bahasa yang mempelajari tentang struktur dan bentuk kata sangat penting dipelajari oleh bangsa ini baik dari jenjang bawah sampai jenjang atas.
Dalam morfologi dibicarakan seluk beluk morfem, bagaimana cara menentukan sebuah bentuk morfem atau bukan, bagaimana morfem- morfem itu menjadi sebuah kata yaitu satuan terkecil dalam sintaksis. Dan membahas bagaimana proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, komposisi, konversi dan modifikasi intern.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1.Apa pengertian morfologi?
2.Bagaimana proses terjadinya morfologi?
3.Masalah apa saja yang terdapat dalam kajian morfologi?
1.3.Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat tujuan permasalahan sebagai berikut.
1.Mendeskripsikan pengertian morfologi.
2.Mendeskripsikan proses terjadinya morfologi.
3.Menemukan solusi permasalah dalam kajian morfologi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pegertian Morfologi
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos berarti ilmu. Bunyi yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi adalah bagian linguistik yang mempelajari morfem. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan, arti kata menganalisis struktur, dan klasifikasi kata-kata. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
2.2 Proses Morfologi
Proses morfologi disebut cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Morfem adalah fonem-fonem atau urutan fonem-fonem.
Proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan yang lain yang merupakan bentuk dasarnya (Ramlan, 2009:51).
· Bentuk dasarnya berupa:
1. Kata
Contoh: menulis dibentuk dari kata tulis
gedung-gedung dibentuk dari kata gedung
2. Pokok kata (prakatagorial)
Contoh: bertemu dibentuk dari kata temu
mengalir dibentuk dari kata alir
3. Frase
Contoh: ketidakadilan dibentuk dari frase tidak adil
· Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologis:
1. Proses pembubuhan afiks (afiksasi)
2. Proses pengulangan (reduplikasi)
3. Proses pemajemukan/ perpaduan (komposisi)
Disamping tiga proses morfologis diatas, dalam bahasa Indonesia sebenarnya masih ada satu proses lagi yang disebut dengan proses perubaan zero. Proses ini hanya meliputi sejumlah kata tertentu, yakni kata yang termasuk golongan kata verbal transitif, seperti : makan, minum, minta, dan mohon, yang semuanya adalah kata verbal transitif (kata verbal yang dapat diikuti oleh objek dan dapat diubah menjadi kata verbal pasif).
1. Afiksasi (Prores Pembubuhan)
Afiksasi adalah proses pengimbuhan yang menghasilkan afiks. Sedangkan afiks adalah sebuah bentuk morfem terikat yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Menurut Ramlan lebih lanjut menyebut afiksasi itu sebagai pembubuhan afiks pada suatu satuan (bentuk), baik tunggal maupun kompleks untuk membentuk kata.
Proses pembubuhan afiks sendiri ialah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun kompleks untuk membentuk kata. Sedangkan afiks adalah sebuah bentuk berupa morfem terikat yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Misal: ber- + jalan = berjalan.
Jadi, afiksasi merupakan proses penambahan afiks pada bentuk dasar dengan cara memadukan afiks itu pada bentuk dasarnya sehingga menjadi satuan yang baru, baik dari sisi bentuk maupun dari sisi makna. Satuan baru hasil dari proses penambahan afiks (afiksasi) ini disebut juga kata.
Macam-macam afiks dalam bahasa indonesia berdasarkan letaknya:
a) Prefiks
Prefiks atau awalan adalah afiks yang dilekatkan di awal bentuk dasar (Alwi, 2003:31). Adapun prefiks dalam bahasa Indonesia meliputi:
-ber- : berjalan, berdiri, bekerja, belajar, berlari, bertamu, berpikir, dan sebagainya.
-men- : membeli, mencuci, meniru, mendarat, mengampu, menyanyi, melihat, dan sebagainya.
-memper- : memperbanyak, memperindah, mempermudah, memperbesar, dan sebagainya.
-di- : dibeli, dicuri, diambil, didengar, diraba, dijilat, diputar, dimakan, dan sebagainya.
-ter- : terkenal, terinjak, terbawa, terhormat, terpandai, termakan, terdengar, dan sebagainya.
-per- : perlebar, perpanjang, persempit, perluas, perluas, perkecil, dan sebagainya.
-pen- : pembeli, penjual, penata, pengampu, pemakan, penyanyi, dan sebagainya.
-pe- : pedagang, pelari, peternak, pekebun, petinju, peserta, petenis, dan sebagainya.
-pra/pre- : prasejarah, praduga, praremaja, prefiks, prajabatan, prakarya, dan sebagainya.
b) Infiks
Infiks atau sisipan adalah afiks yang disisipkan di tengah bentuk dasar (Alwi, 2003:31). Adapun infiks dalam bahasa Indonesia meliput:
-el- : telunjuk, temali, telapak, gelembung, geligi, pelatuk, gemulung, dan sebagainya.
-er- : serabut, seruling, gerigi, dan sebagainya.
-em- : kemuning, kemelut, kemilau, temali, dan sebagainya.
-in- : kinerja, sinambung, tinambah, dan sebagainya.
c) Sufiks
Sufiks atau akhiran adalah afiks yang dilekatkan di bagian belakang bentuk kata (Alwi, 2003:31). Adapun sufiks dalam bahasa Indonesia meliputi:
-an : bacaan, makanan, tulisan, hitungan, catatan, kiriman, dan sebagainya.
-kan : ambilkan, carikan, satukan, pisahkan, dengarkan, bicarakan, dan sebagainya.
-i1 : temui, jumpai, ambili, tulisi, tangkapi, pukuli, panggili, mintai, dan sebagainya.
-i2 : alami, insani, hewani, dan sebagainya
-ah : alamiah, insaniah, ilmiah, dan sebagainya.
-wi : duniawi, ragawi, manusiawi, dan sebagainya.
-nya : rupanya, tampaknya, agaknya, akhirnya, dan sebagainya.
-wan : ilmuwan, sastrawan, budayawan, karyawan, wartawan, bangsawan, dan sebagainya.
-wati : wartawati, karyawati, seniwati, dan sebagainya.
-in : muslimin, mukminin, hadirin, dan sebagainya.
-at : muslimat, mukminat, hadirat, dan sebagainya.
-a/-i : dewa-dewi, mahasiswa-mahasiswi, putra-putri, muda-mudi, dan sebagainya.
Morfem-morfem -ku, -mu, -nya, dan kau seperti pada bukunya, sepedaku, rumahmu, dll bukan merupakan afiks, melainkan termasuk golongan klitik karena morfem-morfem tersebut arti leksikal, sedangkan afiks tidak. Morfemnya yang termasuk golongan klitik ialah morfemnya yang jelas mempunyai pertalian arti dengan ia. Morfem nya yang sudah tidak mempunyai pertalian arti dengan ia, misalnya rupanya, agaknya, kiranya, tampaknya, akhirnya, termasuk golongan afiks karena hubungan dengan arti leksikalnya sudah terputus.
Morfem -isme seperti dalam nasionalisme, patriotism, dinamisme, liberalisme juga tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan afiks karena morfem tersebut jelas masih memiliki arti leksikal. Morfem tersebut termasuk golongan klitika.
d) Konfiks
Konfiks atau imbuhan gabungan adalah gabungan prefiks dan sufiks yang mengapit bentuk dasar secara bersamaan yang membentuk suatu kesatuan fungsi dari satu arti (Alwi, 2003:32). Adapun konfiks dalam bahasa Indonesia meliputi:
-men-/-kan : membicarakan, menemukan, menyelesaikan, melebarkan, mengatakan, dan sebagainya.
-men-/-i : menjalani, memasuki, memukuli, mewarnai, melempari, menghadiri, dan sebagainya.
-ber-/-kan : berasaskan, beristrikan, beratapkan, bermandikan, berdasarkan, dan sebagainya.
-ber-/-an : bepergian, beterbangan, berlarian, berpandangan, beraturan, berhalangan, dan sebagainya.
-ke-/-an : kalaparan, kedinginan, kehilangan, kehabisan, kehujanan, kebanjiran, dan sebagainya.
-pen-/-an : pendaftaran, penelitian, pendanaan, pengumuman, penulisan, dan sebagainya.
-per-/-an : perbuatan, pertemuan, perjanjian, pergerakan, perjuanagan, dan sebagainya.
-se-/-nya : sebenarnya, sebaiknya, sesamanya, sesungguhnya, secepatnya, dan sebagainya
.-memper-/-kan : memperbandingkan, memperbincangkan, mempermasalahkan, dan sebagainya.
-memper-/-i : mempersenjatai, memperbarui, memperbaiki, dan sebagainya.
Perhatikan contoh deretann paradigma kata berikut ini:
Bentuk dasar Afiks
Selesai meN-/-kan : menyelesaikan
Pukul meN-/-kan : memukulkan
Selesai -kan : Selesaikan
pukul -kan : pukulkan
pukul -kan : pukulkan
selesai -di : diselesai
pukul -di : dipukul
selesai peN-an : penyelesaian
pukul peN-/-an : pemukulan
pukul -di : dipukul
selesai peN-an : penyelesaian
pukul peN-/-an : pemukulan
dan seterusnya.
Melalui deretan paradigma di atas ditemukan bentuk dasar selesai dan pukul. Dengan mempertimbangkan prinsip hierarki gramatikal, di samping bentuk gramatik selesaikan tidak ditemukan bentuk gramatik *menyelesai. Ha itu mengindikasikan bahwa tidak ada prefix men- untuk bentuk dasar selesai. Dari itu dapat disimpulkan bahwa prefix men- dan sufiks –kan harus diimbuhkan atau dilekatkan secara bersama-sama sebagai satu kesatuan afiks pada bentuk dasar selesai. Dengan demikian, prefix men- dan sufiks –kan pada kata menyelesaikan merupakan afiks gabung sebagai sebuah afiks yang disebut konfiks men-/-kan. Jadi, kata menyelesaikan berunsur dua morfem, yaitu morfem afiks jenis konfiks (meN-/-kan) dan morfem (selesai) sebagai bentuk dasarnya.
Selain itu, melalui deretan paradigmatik dan mempertimbangkan prinsip hierarki diketahui bahwa di samping bentuk memukul ditemukan juga bentuk pukulkan. Hal itu menunjukkan bahwa di samping dapat bergabung dengan prefiks men-, satuan pukul juga dapat bergabung dengan sufiks –kan. Hal itu berarti bahwa afiks men- dan –kan pada kata memukulkan masing-masing berstatus sebagai prefiks dan sebagai sufiks. Pengimbuhannya dilakukan secara bertahap: prefiks meN- lebih dahulu diimbuhkan pada bentuk dasar –pukul menjadi memukul, selanjutnya sufiks –kan diimbuhkan kemudian pada bentuk dasar memukul menjadi memukulkan. Jadi, kata memukukan berunsur tiga morfem, morfem prefiks (men-), morfem (-pukul), sebagai bentuk dasarya, dan sufiks (-kan).
Selain keempat afiks di atas, sebenarnya ada beberapa afiks yang jarang atau bahkan tidak dapat digunakan daam bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut:
e) Interfiks
Interfiks adalah afiks yang muncul di antara dua elemen yang membentuk kata majemuk (Kridalaksana, 2008:95).
Contoh: interfiks -o- dalam kata morphology (bahasa Inggris). Kata morphology berasal dari morph dan logy yang memerlukan interfiks -o- sehingga gabungannya bukanmorphlogy melainkan morphology.
f) Simulfiks
Simulfiks adalah afiks yang tidak berbentuk suku kata dan yang ditambahkan atau dileburkan pada dasar (Kridalaksana, 2008: 222). Dalam bahasa Indonesia simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar, dan fungsinya ialah membentuk verba atau memverbalkan nomina, adjektiva atau kelas kata lain. Simulfiks masih dianggap hanya terdapat dalam bahasa Indonesia tidak baku.
Contoh: kopi → ngopi, soto → nyoto, sate → nyate, kebut → ngebut, dan sebagainya.
g) Suprafiks
Suprafiks atau superfiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem suprasegmental(Kridalaksana, 2008:231).
Contoh: pada kata Batak Toba ásora yang artinya jerih dan asorá yang artinya macam.
h) Transfiks
Transfiks yaitu afiks yang berwujud vokal-vokal yang dimbuhkan pada keseluruhan dasar. Dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan adanya transfiks, hanya ada pada bahasa Semit/Arab/Ibrani.
Contoh: f-r-h ‘senang’ + a-a-a à farraha ‘menyenangkan’
Fungsi utama proses afiksasi adalah sebagai berikut.
1) Fleksi, yaitu afiksasi yang membentukkan alternant-alternant dari bentuk yang tetap merupakan kata, atau unsur leksikal yang sama.
2) Derivasi, yaitu afiksasi yang menurunkan kata atau unsure leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu.
2. Reduplikasi (Proses Perulangan)
Reduplikasi adalah proses pengulangan bentuk yang terjadi pada keseluruhan bentuk dasar atau sebagian saja, mungkin diikuti oleh variasi fonem atau pun tidak. Reduplikasi merupakan mekanisme yang penting dalam pembentukkan kata, disamping afiksasi, komposisi, dan akronimisasi. Selain itu, pengertian dari reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian baik dengan variasi fonem atau tidak. Hasil pengulangan itu disebut dengan kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar.
Contoh dalam wacana misalnya : seseorang, pikir-pikir, rumah-rumah, dan sebagainya.
Ada tiga macam bentuk reduplikasi, yaitu:
1) Reduplikasi Fonologis
Reduplikasi fonologis yaitu bentuk kata yang tidak mengalami perubahan makna, karena pengulangannya bersifat fonologis yang artinya bukan atau tidak ada pengulangan leksem. Contohnya: dada, pipi, paru-paru, dan sebagainya.
2) Reduplikasi Morfemis
Reduplikasi morfemis yaitu bentuk kata yang mengalami perubahan makna gramatikal atas leksem yang diulang, sehingga terjadilah satuan yang berstatus kata. Contohnya: beres menjadi kata beres-beres.
3) Reduplikasi Sintaktis
Reduplikasi sintaksis aitu proses yang tejadi atas leksem yang menghasilkan satuan yang berstatus klausa (berada di luar cakupan morfologi). Contoh: jauh-jauh, asam-asam, manis-manis, dan sebagainya.
Selain yang disebutkan diatas, reduplikasi juga dibagi menjadi beberapa bagian lagi, diantaranya:
1) Dwipurwa
Dwipurwa yaitu pengulangan suku pertama pada leksem dengan pelemahan vokal. Contohnya: tetangga, lelaki, sesama, dan sebagainya.
2) Dwilingga
Dwilingga yaitu pengulangan leksem. Contohnya: pagi-pagi.
3) Dwilingga Salin Swara
Dwilingga salin swara merupakan pengulangan leksem dengan variasi fonem. Contohnya: mondar-mandir, pontang-panting, dan sebagainya.
4) Dwiwasana
Dwiwasana yaitu pengulangan bagian belakang leksem. Contohnya: pertama-tama, sekali-kali, dan sebagainya.
5) Trilingga
Trilingga merupakan pengulangan onomatope tiga kali dengan variasi fonem. Conthnya: cas-cis-cus, dag-dig-dug, dar-der-dor, dan sebagainya.
3. Proses Permaejmukan
Pemajemukan atau komposisi adalah proses penggabungan bentuk dasar dengan bentuk dasar untuk mewadahi suatu konsep yang belum tertampung dalam sebuah kata (Chaer 2008:209). Pemajemukan merupakan proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan bentuk dasar yang satu dengan bentuk dasar yang lain sehingga menghasilkan kata majemuk dan kata majemuk yang terbentuk itu memiliki makna baru yang menyimpang dari makna konvensionalnya.
Pemajemukan atau kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang sangat erat atau pada dan menimbulkan satu pengertian. Dalam tata bahasa modern didefinisikan sebagai gabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan pengertian (makna) baru. Contoh dalam wacana misalnya : pidana penjara, biaya perkara, barang bukti, siding perdata, majelis hakim, siding pidana, rumah tahanan, empat tahun, lima tahun, dan sebagainya,
Dalam kata majemuk, terjadi pertalian makna di antara bentuk dasar yang membentuknya sehingga penafsiran makna terhadap kata majemuk tidak dapat dilakukan terhadap makna bentuk dasarnya. Sebagai contoh, kamar mandi adalah kata majemuk, sedangkan kamar saya bukan kata majemuk. Alasannya, bentuk kamar mandi merujuk pada ruangan yang dirancang khusus untuk dipakai mandi, sedangkan bentuk kamar saya menjelaskan bahwa kamar itu milik saya.
Dapat disimpulkan bahwa terjadi penyimpangan makna terhadap makna konvensional yang dimiliki setiap bentuk dasar pada kata majemuk. Penyimpangan ini bervariasi mulai dari yang agak menyimpang, misalnya rumah sakit hingga yang sangat menyimpang misalnya silat lidah.
2.3 MASALAH YANG TERDAPAT DALAM KAJIAN MORFOLOGI
A. Analisis Kesalahan Tataran Morfologi
Kesalahan pada bidang morfologi menurut Setyawati (2010:49) dibagi menjadi penghilangan afiks, peluluhan bunyi, dan penyingkatan morf.
1. Penghilangan Afiks
a. Penghilangan prefiks meng-
Contoh:
a) Kesalahan
Jangan anggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi.
Pembetulan
Jangan menganggap aku anak rajin kalau sering berangkat ke sekolah pagi-pagi.
b) Kesalahan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol.
Pembetulan
Banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil mengobrol.
b. Penghilangan prefiks ber-
Contoh:
a) Kesalahan
Kalau tak dituruti, siap-siaplah kena marah atau dipersulit di kemudian hari.
Pembetulan
Kalau tak dituruti, bersiap-siaplah kena marah atau dipersulit di kemudian hari.
b) Kesalahan
Hampir tiap hari alas kakinya ganti-ganti.
Pembetulan
Hampir tiap hari alas kakinya berganti-ganti.
2. Peluluhan Bunyi
Contoh:
a) Kesalahan
Teman-temanku selalu menyemooh jika kuceritakan bahwa di luar sana banyak tempat bagus untuk menambah ilmu dan pengalaman.
Pembetulan
Teman-temanku selalu mencemooh jika kuceritakan bahwa di luar sana banyak tempat bagus untuk menambah ilmu dan pengalaman.
3. Penyingkatan Morf
Contoh:
a) Kesalahan
Tanpa buang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak. Pembetulan
Tanpa membuang waktu, langsung kukerjakan perintah bapak.
b) Kesalahan
Janjinya cuma dua tahun kerja di Malaysia.
Pembetulan
Janjinya cuma dua tahun bekerja di Malaysia.
B. ANALISIS KESALAHAN BIDANG FRASA
Kesalahan yang sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun tulis. Pada umumnya kesalahan dalam bidang frasa dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain adalah :
1. Pengaruh bahasa daerah
Contoh:
a. Kesalahan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada yang lucu menurut mereka.
Pembetulan
Kadang-kadang mereka tertawa terbahak kalau ada yang lucu menurut mereka.
b. Kesalahan
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, mbak-mbak itu memesan minuman ringan atau rokok.
Pembetulan
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, para wanita itu memesan minuman ringan atau rokok.
2. Penjamakan ganda
Contoh:
a. Kesalahan
Berjejalan dengan bedeng-bedeng lainnya.
Pembetulan
Berjejalan dengan bedeng lainnya.
b. Kesalahan
banyak wanita-wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol. Pembetulan
Banyak wanita duduk-duduk santai sambil ngobrol.
C. ANALISIS KESALAHAN PENERAPAN EYD
Ejaan didefinisikan sebagai kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan serta penggunaan tanda baca (KBBI dalam Setyawati, 2010: 155). Kesalahan tersebut diantaranya:
1. Penulisan Huruf Kapital
a. Kesalahan
Ini malam minggu.
Pembetulan
Ini malam Minggu.
b. Kesalahan
Sore tadi, bapak mengingatkan agar lepas magrib aku sudah membantunya di kios.
Pembetulan
Sore tadi, bapak mengingatkan agar lepas Magrib aku sudah membantunya di kios.
2. Penulisan Huruf Miring
a. Kesalahan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada yang lucu menurut mereka. Dandanan mereka menor-menor.
Pembetulan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak (harusnya ditulis miring) kalau ada yang lucu menurut mereka. Dandanan mereka menor-menor.
b. Kesalahan
Bukankah tempat ini tak layak untuk didatangi guru, orang yang katanya harus digugu dan ditiru?
Pembetulan
Bukankah tempat ini tak layak untuk didatangi guru, orang yang katanya harus digugu dan ditiru (harusnya dicetak miring)?
D. SOLUSI TERHADAP MASALAH
Jadi solusi yang diberikan kepada anak didik ketika mengajarkan materi yang berkaitan dengan morfologi adalah
1. Guru harus mampu memberikan dan menjelaskan bagaimana awalan me- itu ketika ditambah oleh huruf vokal ataupun huruf konsonan, apakah mengalami peluluhan atau tidak mengalami peluluhan, kepada peserta didiknya.
2. Guru harus banyak memberikan evaluasi (latihan) atau pekerjaan rumah kepada peserta didik yang menyangkut masalah morfologi yang diberikan.
3. Ketika peserta didik diberikan evaluasi (latihan) apabila ada yang tidak dimengerti, maka guru harus mengulang kembali atau menjelaskan kembali beserta contoh, sehingga siswa benar-benar mengerti.
4. Guru adalah model. Sehingga guru harus mampu mencontohkan apa yang diajarkan oleh guru, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi adalah bagian linguistik yang mempelajari morfem. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan, arti kata menganalisis struktur, dan klasifikasi kata-kata. ·Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologis, yaitu proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), dan proses pemajemukan/ perpaduan (komposisi),
Dalam kajian morfologi terdapat beberapa masalah secara umum, yaitu: analisis kesalahan tataran morfologi, analisis kesalahan bidang frasa, dan analisis kesalahan bidang frasa.
3.2 Saran
Hasil penelitian stilistika diharapkan dapat menambah khazanah penelitian morfologi dan dapat menjadi referensi penelitian bahasa Indonesia berikutnya. Selain itu, penulis mengharapkan pembaca memberikan saran dan krikitan terhadap masalah yang diungkapkan oleh penulis, sehingga dapat memberikan manfaat kepada pihak lain yang membaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Alwi dkk. 2003. Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Ramlan, M. 2009. Morfologi suatu tinjauan deskriptif. Yoyakarta: CV. Karyono.